Marhaban Ya Ramadhan

kak Meyda  ngucapin Marhaban ya Ramadhan
Indah sekali dunia ini, bagi mereka yang benar - benar menikmatinya,.. segela keputusan yang diambil sudah mesti mengandung yang namanya resiko,, kali ini gue memang mengalaminya, gue memang ababil, atau boleh dibilang abg labil yang sudah tingkat akut, tapi paling malas kalau dibilang sebagai abg yang galau akut,.. 
kenapa begitu? karena ya bedalah antara seorang yang sedang labil sama galau,..

coba deh pikirkan dimana bedanya!!
hahhaaa....


Baiklah lanjut yah, (lupakan aja cerita konyol diatas itu) ngomong-ngomong ini dah masuk bulan suci nan penuh rahmat dan ampunan yah,.. Alhamdulillah Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat disampaikannya ke ramadhan yang ke 22x, kenapa demikian, karena umurku sekarang adalah 22 tahun,.. :)

Selama ini juga apa yang membuat aku kangen adalah nuansanya itu loh, siapa sih yang gak kangen dengan nuansa ngumpul bareng sama seluruh keluarga,. kadang kala waktu kecil sering main bareng sama anak yang sepantaran, entah itu permainan daerah maupun cuma sekedar ngumpul dan mainin canda tawa,. 

Sekarang di usia 22 tahun ini kangen itu semakin merajalela, kangen masa - masa itu,.. apalagi sewaktu memasuki bulan ramadhan ini, ah memang benar kata orang - orang, anak2 itu memang merupakan masa yang terindah,.. aku yakin itu.!

Jadi intiny sih cuma mau bilang ini semoga ramadhan kali ini memberikan aku sebuah obat penawar kerinduan yang mendalam. terutama keluarga, sahabat maupun teman2 sejawat dan sepermainan, sekarang gue cuma pengen mengucapkan Selamat Berramadhan Ria,.. Semoga saja bukan cuma menjalani ritual puasa saja, tetapi juga sebagai menambah pahala dan mendapatkan ampunan dari yang Maha Kuasa, Amiin.

Salam Ramadhan
Mr.MM.

Belajar Kesetiaan

Kebersamaan tanpa kesetian itu tidak ada artinya. Saya teringat dua nama untuk contoh kesetian yang luar biasa. Dokter Rini Krisnawati, Direktur Rumah Sakit Aisyiah Ponorogo Jatim, contoh kesetiaan seorang istri, dan pak Suyatno menjadi contoh kesetian seorang suami.

Hari - hari bulan madu dr Rini terasa indah bagai bertabur bunga. Tetapi hidup sering berubah tidak terduga. Setahun usia pernikahan, sang suami terkena tumor otak. Masa bulan madu seakan terhenti. Sebagai seorang dokter, Rini sangat paham akan penyakit suaminya.

Singkat cerita, suaminya harus menjalani operasi kepala sampai 12 kali, termasuk buka tempurung. Efek operasi adalah kelumpuhan sebelah: mulai wajah sampai kaki. Operasi ke-13 pada mata karena infeksi pada kornea mata menyebabkan sang suami buta. Total keluar masuk rumah sakit, termasuk radio terapi lebih 25 kali. Dengan Ikhtiar ini usia suaminya yang diperkirakan hanya berumur satu tahun menjadi sebelas tahun. "Biaya saya hutang. Uang dapat dihutang, tetapi nyawa tidak," kata Rini.

Akibat kepalanya sering operasi, timbul gangguan jiwa sampai dua kali masuk rumah sakit jiwa Menur. Namun Rini memperlakukan suaminya seperti orang sehat. Diajaknya keliling kota, makan di restoran, ikut menemui tamu di rumah, pertemuan keluarga, reuni teman kuliah, dan lain-lainnya. "Dia suami saya. Tidak perlu saya sembunyikan, meskipun merasa sering jadi tontonan. Saya tak peduli, saya tidak mengganggu mereka," kata Rini. Suaminya dipuji ganteng, walaupun setalah sakit berubah. Rini juga mendatangkan guru ngaji, mengajar baca al-Qur'an yang dulu dikuasai suami-- tetapi kini tak ingat lagi.

Rini tak mengeluh. "Allah tidak akan menguji hambanya diluar kemampuan hambanya. Saya ingin mencari surga lewat suami. Derita suami lebih berat dari saya," katanya. Meskipun merawat, menyuapi, memandikan dan melayani semua kebutuhan suami, Rini tetap bekerja dengan baik. "Saya tak rela suami dianggap penyebab turunnya kualitas kerja saya." katanya.

Lain lagi kisah pak Suyatno yang pernah ditayangkan televisi swasta dan www.ikutikutan.com. Istrinya beberapa hari setelah melahirkan anak keempat, kakinya terasa lumpuh. Semula dikira akan segera sembuh. Tetapi setelah sebulan, dua bulan, semakin parah. Pada tahun ketiga tubuhnya lunglai seperti tak bertulang. Lidahnya tak bisa digerakkan.

Setiap hari Suyatno mengangkat, memandikan, membersihkan kotoran, mendandani, membaringkan kembali, dan menyuapi. Sebelum berangkat kerja, dia geser televisi agar istrinya mudah menonton dan tidak kesepian. Siang hari dia pulang sebentar untuk menyuapi makan. Sore sepulang kerja, Suyatno memandikan, mendandani dan menemaninya. Dia ceritakan hal menarik yang terjadi hari itu, meski istrinya hanya merespon dengan senyum lemah. Rutinitas ini berlangsung 25 tahun. Sambil merawat istri, dia membersarkan anak-anaknya seorang diri. Kini Suyatno hanya tinggal berdua karena tiga anaknya telah berkeluarga dan si bungsu kuliah di kota lain.

Suati hari keempat anaknya berkumpul. Yang tua berkata: "Pak sejak kecil kami melihat bapak merawat ibu tanpa mengeluh, Kini giliran kami merawatnya." Anak kedua dengan terisak berkata : "Untuk kesekian kalinya kami berharap bapak menikah lagi. Saya yakin ibu mengizinkan. Kapan bapak menikmati masa tua kalau terus-menerus berkorban seperti ini. Kami sudah tidak tega melihat bapak. Kami akan merawat ibu sebaik - baiknya."

Suyatno lama terdiam. Akhirnya dengan linangan air mata dan memandangi wajah istrinya di berkata: "Anakku. sekiranya perkawinan dan hidup ini hanya untuk memuaskan nafsu, mungkin bapak sejak dulu menikah lagi dan meninggalkan ibumu. Ketika sehat, ibumu mendampingi aku dengan sepenuh hati. Bagaimana mungkin aku meninggalkannya ketika dia sakit? Dia sakit karena berkorban untuk kebahagian kita. Aku terima ini sebagai ujian. Tidak ada yang aku dan ibumu inginkan kecuali kalian hidup bahagia."

Mendengar jawaban Suyatno, tetesan air mata bergulir di pipi istrinya disertai isak tangis anak - anaknya.
 ***
Nah yang belum menikah, mau menikah ataupun sudah menikah,, kayaknya cerita diatas patut dijadikan sebuah pedoman nih. Yaitu salah satu cara agar bisa setia,,..Hhhmm seperti menerima pasangan dengan sempurna, bukan mencari pasangan yang sempurnya. :)

dinukil dari Kolom
Oleh : Nur Cholis Huda
(Matan, Edisi 72, Juli 2012)
 
Support : Copyright © 2011. Cermin Cerpen - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger